ArtikelBangka BelitungKesehatanLiterasiOpiniPangkalpinangSEO

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Babel: Strategi Retensi dan Kesejahteraan Pekerja

Oleh Miftahul Ilham - Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) tengah menghadapi tantangan kompleks dalam pengelolaan sumber daya manusia di era kompetisi tenaga kerja yang semakin ketat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Babel mencatat bahwa pada Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 4,17 persen, naik 0,32 persen poin dibandingkan Februari 2024 (BPS Bangka Belitung, 2025). Lebih memprihatinkan lagi, jumlah pengangguran meningkat menjadi 34.962 orang, bertambah sekitar 1.738 orang dari tahun sebelumnya (Negerilaskarpelangi.com, 2025). Fenomena ini diperparah dengan penurunan jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 24.158 orang, dari 787.140 orang pada Februari 2024 menjadi 762.982 orang pada Februari 2025.

Di tengah dinamika ketenagakerjaan yang menantang ini, Pemerintah Provinsi Babel mengambil langkah strategis dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2025). Kebijakan ini menandai komitmen serius pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan komprehensif bagi seluruh tenaga kerja, baik di sektor formal maupun informal, sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan mempertahankan kualitas sumber daya manusia di daerah.

Kondisi Ketenagakerjaan Babel: Antara Formalitas dan Informalitas

Struktur ketenagakerjaan di Bangka Belitung menunjukkan karakteristik yang mencerminkan tantangan pembangunan ekonomi daerah. Pada Februari 2025, sebanyak 400.920 orang atau 52,55 persen dari total pekerja berada di sektor informal, meningkat 0,59 persen poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Babelupdate.com, 2025). Kondisi ini sejalan dengan tren nasional dimana proporsi pekerja informal Indonesia mencapai 59,40 persen pada Februari 2025, meningkat dari 59,17 persen pada tahun 2024 (BPS, 2025).

Dominasi sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan Babel menjadi perhatian serius karena pekerja di sektor ini kerap kali tidak memiliki akses terhadap perlindungan sosial, jaminan kesehatan, atau kepastian penghasilan yang memadai (Kontan, 2025). Data BPS Babel menunjukkan bahwa dari total penduduk yang bekerja, hanya 11,97 persen yang berpendidikan Diploma ke atas, sementara 53,96 persen berpendidikan SMP ke bawah. Kesenjangan kualifikasi ini berimplikasi pada rendahnya daya tawar pekerja dan tingginya kerentanan terhadap eksploitasi, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat retensi dan kesejahteraan tenaga kerja di daerah.

Fenomena PHK juga turut memperburuk situasi ketenagakerjaan. Meskipun data spesifik untuk Babel terbatas, tren nasional menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 250.000 orang terkena PHK, dan pada Januari-Februari 2025 saja, sudah ada 40.000 pekerja yang mengalami nasib serupa (CNN Indonesia, 2025). Kondisi ini menuntut intervensi kebijakan yang komprehensif untuk melindungi dan mempertahankan tenaga kerja.

Peraturan Gubernur Nomor 9 Tahun 2025: Terobosan Perlindungan Komprehensif

Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 9 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan merupakan pembaruan dari regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Gubernur Nomor 21 Tahun 2019 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (JDIH Babel, 2025). Pergub terbaru ini mengatur secara komprehensif tentang definisi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan peran Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja, termasuk pekerja sosial keagamaan.

Penetapan ini sejalan dengan kebijakan pengupahan daerah yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/628/DISNAKER/2024, dimana Upah Minimum Provinsi (UMP) Bangka Belitung 2025 ditetapkan sebesar Rp3.876.600, naik 6,5 persen atau Rp236.600 dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp3.640.000 (Dealls.com, 2025; Data Goodstats, 2025). Kenaikan ini menempati urutan ke-7 UMP dengan kenaikan terbesar di tahun 2025 dan menjadikan UMP Babel sebagai salah satu yang tertinggi di wilayah Sumatra.

Implementasi kebijakan ini juga telah menunjukkan hasil positif. Pada ajang Paritrana Award 2024 yang diselenggarakan pada Juli 2025, sebanyak 22 instansi di Bangka Belitung meraih penghargaan atas komitmen kuat dalam memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial, termasuk memberikan bantuan iuran bagi pekerja informal dan kelompok rentan (Bangka Tribunnews, 2025).

Data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Bangka Belitung menunjukkan perkembangan yang perlu ditingkatkan. Hingga April 2025, jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tercatat sebanyak 163.729 orang (Kementerian Ketenagakerjaan, 2025). Di Kota Pangkalpinang sendiri, peserta aktif penerima upah mencapai 24.286 orang atau 51,66 persen dari potensi peserta sebanyak 47.010 orang, sementara peserta aktif bukan penerima upah tercatat sebanyak 4.754 orang atau 20,30 persen dari potensi peserta sebanyak 23.416 orang (Belitung Tribunnews, 2025).

Perspektif Teori Manajemen SDM: Kompensasi dan Retensi Karyawan

Teori Kompensasi: Fondasi Kesejahteraan Pekerja

Dalam perspektif manajemen sumber daya manusia, kompensasi merupakan elemen fundamental yang mempengaruhi motivasi, kinerja, dan loyalitas karyawan. Mondy dan Martocchio (2016) mendefinisikan kompensasi sebagai total semua upah yang diberikan kepada karyawan sebagai imbalan atas pekerjaan mereka, dengan tujuan keseluruhan untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan. Gary Dessler (2015) lebih lanjut menjelaskan bahwa kompensasi mencakup semua bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan atas kontribusi mereka kepada organisasi.

Syah, Amirulloh, Jamal, dan Qurratu’aini (2025) dalam kajian literatur sistematisnya menegaskan bahwa kompensasi, yang meliputi bonus, tunjangan, lingkungan kerja yang kondusif, serta pekerjaan yang mendukung pengembangan kemampuan, secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja karyawan. Zakiah (2023) menambahkan bahwa kompensasi total mencakup empat elemen utama, yaitu gaji, tunjangan (asuransi), insentif keuangan, dan kompensasi non-keuangan.

Dalam konteks jaminan sosial ketenagakerjaan, kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi Babel dapat dipahami sebagai bentuk kompensasi tidak langsung yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan finansial pekerja. Sebagaimana dijelaskan oleh Nur (2022), kompensasi non-finansial mencakup pembayaran tambahan seperti asuransi kesehatan, dana pensiun, atau cuti berbayar, yang memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi karyawan. Dalam hal ini, jaminan sosial ketenagakerjaan berfungsi sebagai safety net yang melindungi pekerja dari risiko kehilangan pendapatan akibat kecelakaan kerja, sakit, usia lanjut, atau kematian.

Teori Retensi Karyawan: Strategi Mempertahankan Talenta

Retensi karyawan dipandang sebagai kebalikan logis dari pergantian, karena ini menunjukkan perilaku untuk melanjutkan/tetap daripada keluar/meninggalkan organisasi (Muir & Li, 2014). Zakiah (2023) mendefinisikan retensi sebagai tindakan untuk menjaga pekerja tetap berada dalam organisasi, sedangkan Harvida (2020) mendefinisikan retensi sebagai upaya sistematis untuk memastikan karyawan tetap bekerja di perusahaan.

Zakiah (2023) mengidentifikasi lima strategi utama untuk retensi karyawan, yaitu: (1) kompensasi yang kompetitif, (2) pemenuhan harapan karyawan, (3) program induksi yang baik, (4) kebijakan sumber daya manusia yang mendukung keseimbangan kerja-kehidupan, dan (5) pelatihan dan pengembangan. Dalam konteks Bangka Belitung, strategi kompensasi melalui jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi elemen krusial dalam mempertahankan tenaga kerja berkualitas.

Hubungan Kompensasi dan Retensi: Bukti Empiris

Riset empiris menunjukkan hubungan yang kuat antara kompensasi dan retensi karyawan. Violetta dan Edalmen (2020) dalam penelitiannya menemukan bahwa kompensasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap retensi karyawan dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,301 (t-statistic = 2,130; p-value = 0,034). Penelitian ini juga membuktikan bahwa kompensasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap retensi karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi dengan nilai koefisien sebesar 0,448 (t-statistic = 4,247; p-value = 0,000).

Temuan serupa dikemukakan oleh Syah et al. (2025) yang menunjukkan bahwa kompensasi memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan kinerja karyawan, di mana peningkatan kompensasi dapat meningkatkan motivasi dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Taufiqurokhman, Immamah, Utami, dan Wahdiniawati (2023) dalam penelitian di industri manufaktur Jawa Tengah menemukan bahwa kebijakan kompensasi memiliki pengaruh signifikan terhadap retensi karyawan dengan koefisien jalur 0,310 (signifikan).

1 2Laman berikutnya