ArtikelDaerahPangkalpinangTimah

Diskusi Krisis Ekonomi Pascakorupsi Tata Niaga Timah di Bangka Belitung

PANGKALPINANG, INLENS.id – Ikatan Keluarga Alumni Universitas Bangka Belitung (IKA UBB) menggelar diskusi intelektual bertajuk ‘Dampak Hukum, Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat Bangka Belitung akibat Perkara Korupsi Tata Niaga Timah di Wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022′.

Seminar ini diadakan sebagai respons atas dinamika hukum, sosial dan ekonomi sejak Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung merelease berita telah terjadi tindak pidana korupsi di wilayah IUP PT Timah Tbk dengan kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun dan kemudian berkembang menjadi Rp300 triliun.

Hal ini mengguncang perkonomian daerah. Sebab, lima perusahaan smelter lokal ikut terlibat dan para pengurus perusahaan smelter ditetapkan tersangka dan saat ini telah divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para terdakwa dijatuhkan vonis penjara dan uang pengganti yang berbeda-beda dan saat ini masih dalam proses upaya banding.

Sejak kasus ini bergulir, masyarakat Provinsi Bangka Belitung mengalami dilematis akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini diakibatkan dari beberapa para terpidana merupakan pengusaha lokal yang banyak memperkerjakan masyarakat Bangka Belitung di bidang usaha lainnya yang terkena dampak akibat kasus ini. Kejaksaan Agung melakukan pemblokiran dan penyitaan sehingga pengusaha terpaksa harus melakukan PHK dan hal ini sangat memengaruhi perekonomian di daerah itu.

Begitu juga halnya banyak masyarakat Bangka Belitung ataupun masyarakat pendatang yang menggantungkan hidupnya dari hasil penambangan bijih timah secara inkonvensional. Saat ini mereka takut untuk menambang akibat kasus ini.

Hal-hal tersebut telah memengaruhi roda perputaran perekonomian Bangka Belitung yang berimbas kepada pedagang-pedagang, perhotelan, parawisata, kegiatan-kegiatan UMKM, kesehatan dan pendidikan.

Seminar ini bertujuan untuk mengurai dampak hukum, sosial, dan ekonomi yang timbul akibat perkara tersebut, serta merumuskan solusi dari segi hukum, sosial, dan ekonomi yang dapat diterapkan untuk membangun kembali daerah Provinsi Bangka Belitung.

Dasar Problematika:

Sebagai salah satu wilayah penghasil timah terbesar di Indonesia, Bangka Belitung memiliki ketergantungan ekonomi yang tinggi terhadap hasil tambang bijih timah. Timah telah menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat setempat, mulai dari sektor pertambangan hingga sektor turunan lainnya yang berkaitan dengan industri ini, dan salah satu perusahaan pemegang IUP terbesar adalah PT Timah Tbk yang merupakan anak perusahaan BUMN dibandingkan luasan IUP para pengusaha pertambangan lokal.

Adapun probelamatik yang sampai saat ini belum mampu diselesaikan pemerintah pusat ataupun daerah adalah banyaknya para penambang liar yang dilakukan masyarakat di dalam IUP PT Timah Tbk ataupun di luar, baik di dalam kawasan hutan ataupun di nonkawasan hutan.

Baca juga  'Berkebun' Tower BTS di Tahura Mangkol, Rekening Honorer Diduga Tampung Duit Setengah Miliar

Polemik tata niaga timah di Bangka Belitung akibat timah ilegal telah menjadi permasalahan sebelum kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk terjadi, dan hal ini telah menjadi perhatian Joko Widodo ketika menjabat sebagai Presiden RI.

Sebagaimana dilansir melalui berita website www.esdm.go.id, akibat penambangan timah ilegal, Indonesia kehilangan Pendapatan Rp58,080 triliun, Sabtu (7/12/2015). Presiden Joko Widodo saat itu mendesak dibutuhkan tata kelola timah agar ekspor ilegal berkurang, serta rakyat menjadi terlindungi seperti arahan Jokowi terkait penambangan timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung.

Selain membuat tata kelola penambangan, pengolahan dan perdagangan timah yang baik, Jokowi juga meminta Menteri BUMN mempelajari penugasan khusus PT Timah (Persero) Tbk untuk bermitra dengan pertambangan timah rakyat dan menyerap produksinya serta meningkatkan kemampuan PT Timah Tbk untuk membentuk stok timah dalam rangka mengendalikan harga.

Arahan yang terakhir, yaitu meminta kepada gubernur dan pemerintah pusat untuk mempelajari kemungkinan memberikan izin usaha penambangan timah oleh rakyat yang telah ada, terutama di laut dan di lokasi usaha pertambangan yang telah berakhir.

Akan tetapi sampai dengan saat ini tidak ada regulasi yang jelas sebagaimana dimanatkan oleh Joko Widodo agar pertambangan timah rakyat dapat bermitra dengan PT Timah Tbk, untuk menyerap produksi bijih timah agar PT Timah Tbk dapat mengendalikan harga timah dunia.

Kemudian membaca sumber berita media online www.babel.antaranews.com, dengan judul Ahli: PT Timah Boleh Tampung Tambang Masyarakat, Rabu (11 Juli 2018), dengan narasi “PT Timah diperbolehkan mengambil hasil penambangan bijih timah masyarakat, dalam menjalankan dan meningkatkan recorery perusahaan itu,” kata Ichwan Azuwardi Lubis di Pangkalpinang, dan hal ini mendukung program Presiden Jokowi untuk PT Timah Tbk menyerap produksi.

PT Timah Tbk di tahun 2018 berkeinginan untuk meningkatkan kegiatan produksinya dan melibatkan lima perusahaan smelter lokal dengan melakukan perjanjian sewa menyewa untuk pemurnian dan pelogaman, dan menunjuk afiliasi smelter sebagai mitra pengangkutan dan borongan bijih timah dari sisa hasil pengolahan di wilayah IUP PT Timah Tbk. Tujuannya agar PT Timah Tbk dan hal ini sejalan dengan cita-cita yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, dan faktanya di tahun 2019 PT Timah Tbk telah menjadi pemasok timah nomor 1 di dunia setelah Cina.

1 2Laman berikutnya

Related Articles