Refleksi 25 Tahun Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dari Jejak Sejarah ke Cahaya Masa Depan
Oleh: Eddy Supriadi (Universitas Pertiba)

BANGKA BELITUNG, INLENS.id – Seperempat abad perjalanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bukanlah sekadar penjumlahan waktu. Ia adalah ruang panjang perjuangan, luka masa lalu, semangat kolektif, dan visi masa depan.
Ketika provinsi ini berdiri pada 21 November 2000 melalui UU Nomor 27 Tahun 2000, masyarakat kepulauan yang lama berada di bawah administrasi Sumatra Selatan akhirnya memiliki rumah politiknya sendiri rumah tempat suara lebih didengar, keputusan lebih dekat, dan harapan tidak perlu menyeberang jauh.
Provinsi Babel tidak lahir dari kemewahan, tetapi dari keberanian. Tidak datang dari ruang rapat yang nyaman saja, tetapi dari desakan masyarakat yang ingin memutus rantai keterbelakangan wilayah kepulauan. Di sinilah bab pertama sejarah terbuka.
Dari Pusat Timah Dunia ke Provinsi Muda dengan Daya Juang Besar
1. Masa Kolonial: Pulau-Pulau yang Menghidupi Dunia
Bangka Belitung, sejak abad ke-18, menjadi pusat pertimahan global.
Timah yang ditambang dari Sungailiat, Belinyu, Manggar, Toboali, hingga Koba menggerakkan kapal-kapal kolonial, membangun kota-kota dunia, dan memberi keuntungan besar bagi pemerintahan kolonial.
Namun masyarakat lokal hanya menerima sedikit hasilnya.
Kesenjangan historis inilah yang membentuk watak kritis dan mandiri masyarakat Babel hari ini.
2. Masa Kemerdekaan: Timah Menguat, Infrastruktur Tertinggal
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, PT Timah menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Tetapi Babel tetap menjadi kawasan penyangga, bukan pusat. Infrastruktur dasar tertinggal; kota-kota berjalan lambat; keputusan strategis terpusat di Palembang dan Jakarta.
3. 1997–2000: Gelombang Reformasi dan Lahirnya Provinsi Baru
Aspirasi pembentukan provinsi bukan ide sesaat. Ia datang dari keresahan nyata: bahwa wilayah kepulauan membutuhkan tata kelola sendiri, ruang sendiri, pemimpin sendiri.
Pergerakan ini kemudian ditopang oleh tokoh masyarakat, akademisi, birokrat, dan komunitas lokal.
Pada 21 November 2000, sejarah berubah: Provinsi Kepulauan Bangka Belitung resmi berdiri.
Suatu momentum yang sebanding dengan lahirnya generasi baru: generasi yang tidak lagi menjadi penonton pembangunan.
Provinsi ini Berdiri karena Martabat
Secara filosofis, berdirinya Babel adalah proses pengembalian martabat.
Filosofi kepulauan mengajarkan bahwa:
Manusia tumbuh dari ruangnya, Ruang menentukan pola pikir, dan keputusan yang jauh dari ruang hidup akan selalu melahirkan ketimpangan.
Provinsi Babel berdiri karena masyarakat ingin mengelola takdirnya sendiri.
Dari filosofi ini muncul cita-cita besar:
Bahwa laut bukan pemisah, melainkan pemersatu; bahwa pulau-pulau kecil bukan pinggiran, melainkan pusat kekuatan baru.
Perubahan Peradaban dari Desa Tambang ke Kota Modern
Dalam 25 tahun, Babel berubah revolusioner.
1. Pangkalpinang: Kota Administrasi, Kota Masa Depan Digital
Pangkalpinang tumbuh dari kota kecil administrasi menjadi pusat layanan publik, ekonomi kreatif, industri jasa, bandara internasional, dan simpul perdagangan.
Modernisasi terlihat dari: tumbuhnya kelas menengah terdidik, berkembangnya layanan kesehatan, digitalisasi layanan pemerintahan, dan hadirnya generasi muda yang lebih egaliter, terbuka, dan progresif.
2. Tanjungpandan: Kota Wisata, Kota Budaya Terbuka Tanjungpandan menjelma menjadi salah satu ikon pariwisata nasional.
Dengan Belitung sebagai geopark dunia, kota ini menjadi ruang interaksi budaya Melayu–Tionghoa yang damai dan mempesona.
Ia menjadi contoh bagaimana identitas lokal dapat menjadi kekuatan ekonomi global.
3. Koba: Penyangga Ekonomi Baru
Koba memainkan peran strategis dalam:
pertanian modern, perkebunan, perikanan, sentra industri kecil, dan bekas kawasan tambang yang berubah menjadi ruang inovasi.
Koba adalah wajah Babel yang sedang bergerak menuju industri berbasis komunitas dan teknologi ramah lingkungan.
Babel Bukan Sekadar Wilayah, tetapi Peradaban
Keunikan antropologis Babel terletak pada: harmoni MelayuTionghoa, tradisi pesisir dan laut, budaya kampung yang egaliter, semangat gotong royong yang tulus.
Identitas ini bukan hiasan, tetapi fondasi sosial yang membuat provinsi ini jarang terjadi konflik sosial besar.
Hari ini, Babel adalah contoh laboratorium kerukunan budaya yang patut menjadi rujukan nasional.




